Wisata Belanja Garut
Sentra Kulit Sukaregang Mulai Berdenyut Meski Dihantam Pandemi, Jualan Masker Kulit Jadi Andalan
"Awalnya cuma buat dipakai sendiri sama ada teman yang minta. Terus iseng-iseng saya buat. Setelah dipakai sama teman, ternyata banyak yang pesan,"
Editor: Adityas Annas Azhari
Laporan Wartawan Tribun Jabar, Firman Wijaksana
TRIBUNJABAR.ID, GARUT - Sentra penjualan produk berbahan kulit Sukaregang, Kecamatan Garut Kota, Kabupaten Garut mengalami kelesuan penjualan selama pandemi Covid-19. Jumlah kunjungan wisatawan yang menurun jadi salah satu penyebabnya.
Cipta, salah seorang pemilik toko produk kulit di Sukaregang mengaku sebelum pandemi pada akhir pekan toko yang ada di Sukaregang kerap diserbu konsumen. Terutama wisatawan dari luar kota.
Namun kini hampir tujuh bulan, omzet di tokonya menurun drastis. Bahkan selama tiga bulan pandemi, ia hanya bisa menjual tak lebih dari 10 produk dalam sebulan.
"Sekarang sudah agak mendingan. Penjualan mulai naik lagi. Tapi belum pulih seperti dulu," kata Cipta, Jumat (9/10).
Pada akhir pekan, biasanya jadi hari yang ditunggu para pedagang. Bus-bus pariwisata berjejer parkir di sepanjang Jalan Ahmad Yani. Bahkan tak jarang bus kesulitan mencari tempat parkir.
Saat kondisi normal, mobil-mobil bahkan harus mencari tempat parkir hingga ke Jalan Guntur. Toko-toko pun dipadati para konsumen yang mencari produk kulit.

"Tapi, sekarang, akhir pekan itu sepi. Paling cuma kendaraan pribadi yang datang. Sudah jarang ada bus besar yang parkir," ucapnya.
Cipta pun terpaksa harus membagi sif karyawannya yang berjumlah enam orang. Hal itu dilakukan karena ia kesulitan untuk membayar upah karyawannya.
"Dulu tiga bulan sempat dirumahkan dulu. Sekarang sudah mulai kerja lagi walau saya bagi sif," ujarnya.
Penjualan aksesori berbahan kulit sapi dan domba di sentra industri kulit Sukaregang, diperkirakan mengalami penurunan hingga 60 persen di masa pandemi Covid-19. Sepinya pengunjung jadi salah satu faktor penurunan.
"Penjualan produk kerajinan kulit ini sangat merosot tajam jika dibandingkan dengan saat normal. Selama pandemi Covid ini, penjualan menurun hingga 60 persen," ujar pemilik Galeri Guns Leather, Gunawan.
Banyaknya usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) yang terpuruk akibat dampak pandemi tersebut dikarenakan terbatasnya akses permodalan. Berbeda dengan perusahan besar yang memiliki modal dan jaringan lebih luas lagi dari sisi pemasaran.
"Dengan modal tidak terlalu besar dan terbatasnya akses pemasaran menjadi salah satu faktor banyak yang terpuruk. Kami berusaha tetap bertahan," ucapnya.
Meski dalam kondisi tidak stabil, pihaknya berupaya untuk tidak mengurangi atau merumahkan karyawan. Pihaknya mengandalkan penjualan secara daring untuk bisa bertahan.
"Kami tetap mempertahankan karyawan dengan membagi shif kerja. Meskipun antara pengeluaran barang dan pemasukan sangat tidak seimbang," katanya.
Para pengusaha juga harus menghadapi persaingan dengan produk impor. Terutama barang-barang yang berasal dari Cina. Padahal kebanyakan produk tersebut berbahan kulit sintetis.
"Untuk segi kualitas kami tidak khawatir karena produk kami memliki keunggulan. Namun soal harga kami akui sangat tidak sebanding," ujarnya.
Jualan Masker Kulit Jadi Andalan
Di tengah lesunya penjualan produk kulit, sejumlah perajin kulit berusaha memutar otak agar bisa bertahan, satu di antaranya membuat masker berbahan kulit
Penggunaan masker yang diwajibkan pemerintah di tengah wabah corona jadi salah satu peluang. Para perajin kulit di Sukaregang pun membuat inovasi.
Para perajin kulit rumahan di Kampung Sukaregang, Kelurahan Kota Wetan, Kecamatan Garut Kota banyak mendapat pesanan masket kulit. Padahal masker tersebut awalnya hanya dibuat untuk dipakai sendiri.

Halaman selanjutnya